Backpacker Kere
  • Home
  • About Me
  • Contact Me
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
Home Archive for 2019
Home Archive for 2019
Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang





Sambil menyelam minum air...

"Sambil menyelam minum air", sambil bekerja, jalan-jalan, wkwkwk. Sekitar akhir bulan September 2019 lalu, tepatnya pada tanggal 23 s/d 27 September 2019, kantor di mana tempat gue bekerja, menugaskan gue untuk dinas ke luar kota, yaitu ke Makassar. Sebenarnya, gue paling ga begitu suka dinas ke luar kota, tapi setelah gue ingat-ingat lagi, sekitar 3 tahun yang lalu gue pernah mengunjunginya pada saat melakukan pendakian ke gunung Latimojong. Dalam hati gue, bilang, "Kenapa ga coba aja hubungin si Mas Sunar (salah satu kawan yang pada waktu dulu pernah bertemu dan melakukan pendakian bareng ke gunung Latimojong)". Teringat akan hal itu, atensi gue pun timbul dan nyatanya sudah ga sabar untuk segera berangkat ke sana, hehe.





Menuju Ramang-Ramang dari Makassar

"Mas Sunar, hari ini saya sudah free. Nanti Mas Sunar bisa jemput saya di Karebosi sekitar jam 10.00 WITA", tulis pesan whatsapp yang gue kirim ke Mas Sunar pagi itu.

Setelah urusan pekerjaan selesai, sekarang saatnya mencuri waktu untuk berlibur, sekaligus juga memanfaatkan waktu yang tersisa. Pasalnya, hari ini adalah hari terakhir gue berada di Makassar. Sebab, malam nanti flight kepulangan gue pukul 20.00 WITA. Karena waktu yang gue punya ga banyak, gue coba berkonsultasi ke Mas Sunar, perihal tempat wisata mana yang cocok untuk dikunjungi. Dia memberikan banyak opsi, tapi jika dihitung-hitung waktunya, tempat yang paling memungkinkan untuk dikunjungi adalah Ramang-Ramang. Kami pun sepakat.

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang


Waktu perencanaan versi perhitungan kami yaitu, berangkat setelah sholat Jumat (kebetulan hari ini adalah hari Jumat), kemudian sore hari atau sebelum maghrib kembali pulang, lalu menuju ke bandara dan sudah tiba di sana sebelum pukul 20.00 WITA. Singkat banget ternyata, wkwk. Setelah menunggu lumayan lama, sekitar pukul 10.30 WITA, Mas Sunar pun tiba di lokasi yang sudah kami janjikan sebelumnya, dengan mengendarai sepeda motor matic miliknya sambil dibekali 1 buah helm cadangan, yang sengaja sudah dia siapkan untuk gue gunakan, hehe. Yap, perjalanan ke Ramang-Ramang nanti menggunakan sepeda motor, alias motoran, hahaha.

Sebelum berangkat ke lokasi, kami mampir ke salah satu kedai kopi milik salah seorang kawan dari Mas Sunar, tepatnya di daerah Kabupaten Gowa, persis di samping kantor Balai Diklat Pemeriksaan Keuangan Negara. Ke Ramang-Ramang nanti, ternyata Mas Sunar mengajak 2 kawannya yang lain juga. Nah, di tempat inilah sebagai titik kumpul kami. Sambil menunggu yang lainnya tiba, kami melakukan ibadah sholat Jumat terlebih dahulu, hehe. 

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang


Seusai sholat Jumat, kami berempat mulai berangkat menuju Ramang-Ramang dengan menggunakan sepeda motor. Cuaca pada hari itu sangat terik. Untungnya, tidak ditemui kemacetan selama perjalanan. Lama perjalanan sekitar 1 jam lebih, di akhir-akhir perjalanan sudah ditemui pemandangan semacam lokasi industri/pabrik pengolahan semen dari sebuah perusahaan ternama di Makassar, yaitu PT. Semen Bosowa. Tidak disangka juga, Ramang-Ramang yang terlintas di benak gue adalah tempat yang penuh dengan nuansa alam hijau dan asri, ternyata berada dalam satu kawasan dengan sebuah pabrik pengolahan semen! Coba gue intip lebih jauh.





Surga kecil yang bersembunyi...

Setiba di lokasi dan memarkirkan kendaraan, tidak lama dari itu, lalu kami melanjutkan sailing (istilah yang sering digunakan ketika meng-explore pulau-pulau) dengan menggunakan perahu/kapal kecil yang kami sewa dengan harga Rp. 200.000,- per kapal. Untuk hal ini, disarankan baiknya kita datang berkelompok (minimal 5 orang), dengan tujuan agar biaya yang dibagi menjadi lebih murah. Ah, abaikan dulu soal harga.

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang


Awalnya, gue merasa masih biasa-biasa aja, ga ada yang menarik menurut gue. Tapi, ketika perahu ini makin menyusuri lebih jauh, perasaan kagum gue pun ga bisa ditutupin, ini tempat yang keren dan menarik banget. Suasana berubah, gue merasa seperti sedang berada di sebuah film Anaconda yang terkenal itu, yang sedang menyusuri sungai di mana dikelilingi juga oleh rawa-rawa dan dinding-dinding Karst yang menjulang tinggi menawan. Spontan, gue bertanya ke bapak yang sedang  mengendalikan perahu, "Ini ada buaya ga ,pak?", dijawabnya dengan tertawa. wkwk.

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang


Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Perahu mulai melambat dan mengurangi kecepatannya, kemudian menepi dan berlabuh pada sebuah tempat, menandakan sudah tiba pada tujuan akhir. "Kampung Berua", tulisan itu yang gue baca pada saat tiba di lokasi ini. "Mau mampir dulu ga, bang?", tanya Bang Sunar ke gue. "Iya, boleh", sahut gue. Untuk masuk ke sini, kami dimintai uang retribusi sebesar Rp.5.000,-. 

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang


Gue coba melebarkan pandangan gue pada tempat ini. Sesuatu yang ga pernah gue rasain dan temuin tiba-tiba melekat di benak gue pada saat itu. Gue merasa, tempat ini adalah tempat yang pas untuk sekadar mengupas kepenatan yang sedang betah bergelayutan di kepala. Tidak bisa membohongi diri, seduhan kopi hangatlah sebagai penyempurnanya. Kamera pun langsung bekerja dengan seksama. Ini tempat yang menarik, walau sekalipun matahari sedang terik.

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang





Orang lain adalah ilmu dan pelajaran diri

Semua gelas dari masing-masing kami sudah terisi oleh kopi yang sedang berkepul hangat. Seteguk dua teguk, secara tidak sadar menggiring lamunan gue berada pada kondisi batin yang sedang terjadi pada saat itu. Kondisi batin yang berucap, "Alhamdulillah, hidup ini nikmat terus. Masih bisa merasakan batin yang tenang, tenang dan senang selalu merasa cukup, cukup pada apa yang sudah didapat, cukup pada apa yang ada di sekeliling, cukup pada takaran yang ada di diri".

Syukur gue yang paling sederhana adalah, masih beruntungnya gue dapat ditemuin dan dikelilingin oleh orang-orang yang berperan dan berandil luar biasa untuk keseharian gue. Sebagai contoh, kalau saja Bang Sunar adalah orang yang acuh dan tipe orang yang ga menyenangkan, bisa jadi, dia ga bakal mulai menyapa dan mengajak berkenalan pada saat pendakian Latimojong waktu dulu, bisa jadi juga dia ga bakal mau direpotin menemani gue ke tempat ini. Begitu juga dengan 2 kawan lainnya, seolah-olah mereka sedang membudayakan hal yang sama. Budaya yang akan menjadi asing bagi orang-orang yang ga terbiasa.

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang
Bang Sunar

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sebut saja salah satunya yang bernama Bang Ilo. Dia adalah seorang mahasiswa semester akhir di salah satu kampus yang berada di Kabupaten Gowa. Bang Ilo pun juga sama dengan Bang Sunar yang memiliki hobi sebagai pegiat pecinta alam, khususnya mendaki gunung. Masing-masing mereka juga terlibat dalam sebuah organisasi pecinta alam yang ada di Makassar. Oleh karena itu, antusias Bang Ilo pada saat bercerita tentang pengalaman-pengalaman pendakiannya sangat menggebu-gebu. Sebagai orang Makassar asli, dia mahir memberi informasi tentang pendakian gunung-gunung mana saja yang ada di Makassar. Mulai dari gunung yang ringan untuk didaki, sedang, dan bahkan gunung yang lama pendakiannya bisa memakan waktu sampai 7 hari. Diri gue secara tidak langsung diracuni oleh cerita-cerita yang terucap.

Bukan soal apa-apa saja cerita yang sudah dia bagikan, dia pun juga menaruh harapan dan ajakan kepada gue untuk bisa mencicipi gunung-gunung yang ada di Makassar. Mungkin dengan maksud, dia ingin memperkenalkannya juga. Ketika kelak gue kembali ke sini lagi, seolah dia memberi isyarat bahwa akan menemaninya dan membawanya pada seperti yang sudah dia ceritakan tadi. Semoga berkesempatan. Aamiin.

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang






Tegukan kopi terakhir

Hari semakin petang, tak terasa sudah banyak perbincangan yang tersaji seru di kala itu. Hal yang biasa saja namun istimewa, seolah kami sudah melakukan pertemanan ini sejak lama. Di sebuah warung sederhana yang berada di tepi sawah, kami perlahan menghabiskan tegukan kopi terakhir yang tersisa sambil diiringi sapuan angin sejuk yang bertiup ke sana ke mari. Perlahan, hari pun mulai terbungkus oleh segerombolan warna yang berubah menjadi lembayung keemasan, menjadikan sebuah pertanda bahwa hari akan lekas ditutup. Kami mulai meninggalkan tempat ini dan menuju perahu yang sedari tadi menunggu. Ternyata memang begitu, perahu akan menunggu selama kita transit di tempat ini.

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang

Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang


Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang


Setelah ini, tidak ada lagi tempat yang akan gue kunjungi, kecuali bandara untuk kembali pulang nanti. Tapi sebelum itu, kami berencana akan mengisi perut terlebih dahulu, mengingat kami sudah menahan lapar sejak tadi siang, wkwkwk. Seusai makan, lalu mereka mengantarkan gue ke bandara. Untungnya, jarak menuju bandara tidak begitu jauh, hanya beberapa belas menit saja. Dan sekarang, hari sudah mulai gelap.

Sekitar 1 jam sebelum waktu lepas landas, gue sudah tiba di bandara. Saat duduk di ruang tunggu, benak pun bertanya pada diri sendiri disertai rasa heran juga, "Kenapa harus pulang hari ini? padahal, kan, masih ada hari Sabtu dan Minggu". Sedikit ada rasa ga puas yang timbul, karena yang seharusnya gue masih bisa berlama-lama lagi di sini, dan bahkan masih bisa mendaki ke salah satu gunung yang ada di sini, tapi justru malah pulang lebih awal. Memang begitu, ga bisa dibohongi juga, rasa kangen rumah selalu hadir ketika sedang berjauhan. Yasudah, semoga ada kesempatan lagi di lain waktu.

Dikit demi sedikit, pesawat lekas mengudara meninggalkan tanah Daeng, mulai meniggalkan kota yang sudah berhasil membuat gue nyaman disuguhnya. Semoga hal baik terus mengalir dari dan untuk kota ini, semoga bisa bertukar kebaikan satu sama lain lagi. Terima kasih.


Makassar, 2019





Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2


Melanjutkan dari yang sebelumnya...


Melanjutkan dari cerita sebelumnya Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta. Pada tulisan ini, gue akan menyambungnya dan meneruskannya kembali, menyambung cerita pendakian ke gunung berikutnya, gunung yang berada di seberangnya, yakni gunung Sindoro. Di cerita ini pun, gue akan berusaha mencoba menjabarkan kembali tentang dari mana dan bagaimana gue memulainya, kemudian dapat menggapainya, dan hingga pada akhirnya kembali pulang ke Jakarta. To do Story!




Senin, 25 Maret 2019

Seusai mendaki gunung Sumbing kemarin, hari ini adalah hari dimana gue melanjutkan pendakian ke gunung berikutnya, gunung Sindoro. Rundown atau perencanaan lamanya waktu pendakian pun tidak berbeda jauh seperti pada pendakian gunung Sumbing kemarin, yaitu dilakukan 2 hari 1 malam, dan pada hari ke-2 nanti atau di hari terakhirnya, rencananya gue akan langsung kembali pulang menuju Jakarta. Hemm, sangat dikejar-kejar waktu, semoga keburu dan on schedule. Kita lihat saja, hehe.

Setelah sebelumnya bermalam di basecamp Garung gunung Sumbing, pagi itu, gue ga pengen membuang-buang waktu, langsung saja bergegas bersih-bersih dan merapikan barang-barang sesingkat mungkin, karena di pagi itu juga gue akan langsung ke basecamp Grasindo Kledung gunung Sindoro untuk melanjutkan pendakian berikutnya. Inisiatif untuk mempersingkat waktu dan ga mau ribet, pada waktu itu, gue menggunakan ojek motor untuk menuju ke sana. Untuk mendapatkannya pun ga susah, karena  ojek motor selalu standby di basecamp Garung. Tinggal ditanyakan saja.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Jarak dari basecamp Garung ke basecamp Grasindo Kledung terbilang tidak begitu jauh. Oleh sebab itu, para pendaki biasanya menggunakan bus yang bisa didapat dari depan jalan raya. Effort-nya, harus jalan kaki ke depan jalan raya dulu dari basecamp, wkwk.




Basecamp Grasindo via Kledung - Pos 1

Sekitar pukul 09.00 WIB pagi, gue sudah tiba di basecamp Grasindo, dan pada saat itu juga langsung segera mendaftar SIMAKSI. Untuk biaya SIMAKSI-nya, tidak berbeda jauh seperti biaya SIMAKSI gunung Sumbing, hanya sekitar Rp. 15.000,- per orang. Proses SIMAKSI-nya pun tidak begitu sulit, cukup dengan mengisi data diri dengan menunjukkan kartu identitas dan mengisi list perlengkapan apa saja yang dibawa. Baiknya lagi, di sini ga begitu dipermasalahkan apabila ingin melakukan pendakian seorang diri alias solo hiking, tapi dengan catatan bahwa sudah melengkapi perlengkapan yang dibawa. Itu sih, memang harus, hehe.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Sempat mengisi perut terlebih dahulu sekaligus bersantai-santai, hingga akhirnya pada pukul 10.15 WIB gue mulai start menuju Pos 1 dari basecamp. Untuk menuju Pos 1 dari basecamp pun mirip seperti pada waktu di gunung Sumbing kemarin, yaitu menggunakan jasa ojek motor, hahaha. Untuk biayanya juga sama, dihargai Rp. 30.000,- per sekali jalan. Sebenarnya, ada banyak alasan jika ditanya mengapa gue memilih menggunakan ojek motor, beberapanya adalah;
  1. Karena waktu yang gue punya tidak banyak alias mepet, oleh sebab itu gue menggunakan ojek motor untuk mempersingkat waktu pendakian.
  2. Menurut gue, dengan menggunakan ojek motor, berarti sama saja gue membantu dan mendukung mata pencaharian mereka. Kalau bukan kita yang menggunakan jasa mereka, dari mana lagi mereka bisa mendapatkan pemasukan financial-nya. Bukannya itu bagus?
  3. Gue menjadikan hal ini sebagai bagian dari pengalaman cerita yang pernah terjadi, dan hingga pada akhirnya nanti, gue bisa bercerita ke orang lain tentang "rasanya" naik ojek motor gunung Sindoro.
Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Lama waktu perjalanan menggunakan ojek motor sekitar 15 menit, gue sudah tiba di Pos 1. Di lokasi ini hanya terdapat sebuah warung kecil dan ada semacam pondokan juga sebagai tempat mangkalnya ojek motor. Pada waktu itu, sudah ada beberapa rombongan pendaki lain yang baru ingin mulai pendakian juga.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2




Pos 1 - Pos 2

Seusai memeriksa kembali perlengkapan, pada pukul 10.50 WIB, pendakian dilanjutkan kembali, dilanjutkan menuju pos berikutnya, yaitu Pos 2. Di Pos 1 tadi, gue sempat berkenalan dengan rombongan pendaki yang lain, mereka berjumlah 5 orang, 3 orang berasal dari Magelang, dan 2 lainnya berasal dari Sukabumi. Berawal dari sebuah obrolan perkenalan, hingga pada akhirnya kami melakukan pendakian bersama-sama seiring waktu berjalan. Hal ini, nyatanya memang sering terjadi pada pendakian-pendakian sebelumnya juga. Sangat sesederhana ini, hehe.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Jalur dari Pos 1 menuju Pos 2 terbilang tidak begitu menanjak banget, hanya saja lumayan panjang. Kontur jalurnya pun didominasi oleh tanah dan jarang ditemui track bebatuan. Kalo menurut gue, jalur ini masih terbilang santai. Sebelum tiba di Pos 2, sempat ditemui jalur yang sedikit naik-turun juga. Lalu, kami tiba di Pos 2 pada pukul 11.18 WIB. Perjalanan dari Pos 1 menuju Pos 2 kurang lebih sekitar 30 menit! Isitirahat dulu, ah.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2




Pos 2 - Pos 3

Sudah puas beristirahat sembari ngobrol-ngobrol tentang latar belakang dari masing-masing kami, lalu pendakian kami lanjutkan kembali tepat pada pukul 11.54 WIB. Jalur dari Pos 2 menuju Pos 3, tidak senikmat jalur sebelumnya, alias sangat menyiksa! wkwkwk. Track-nya pun sudah mulai didominasi oleh beberapa batuan kecil dan sedang, dan tanjakannya pun lebih berasa ketimbang sebelumnya. Agar lebih berhati-hati dalam memilih langkah, karena beresiko kaki terkilir.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Setelah dengkul dan kawan-kawannya dihajar habis-habisan oleh tanjakan yang bertubi-tubi, dengan napas yang sudah alakadarnya, akhirnya kami bertemu dengan Pos 3. Saat kami tiba, ternyata sudah banyak tenda para pendaki. Gue kira ini adalah sunrise camp, ternyata masih naik sedikit lagi. Yaudah, istirahat sebentar dulu, hehe. Waktu menunjukkan pukul 13.03 WIB pada saat kami tiba di Pos 3.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2




Pos 3 - Sunrise Camp

Sudah puas break meluruskan kaki dan menstabilkan napas, perjalan menuju Sunrise Camp kami lanjutkan kembali pada pukul 13.39 WIB. Jarak menuju Sunrise Camp tidak begitu jauh, cuma melewati 1 tanjakan lagi. Pelan-pelan kami lalui, akhirnya kami tiba di Sunrise Camp tepat pada pukul 13.49 WIB. Area Sunrise Camp terbilang cukup besar, dapat menampung lebih dari 10 tenda, dan dari sini dapat terlihat jelas penampakan gunung Sumbing yang gagah bertengker. View yang sangat mahal ditemui! Langsung segera mendirikan tenda karena cuaca sudah mulai mendung dan gelap.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Saat kami sedang membangun tenda, tiba-tiba hujan turun. Kejadian ini mirip seperti ketika baru tiba di Pos 3 Pestan gunung Sumbing waktu kemarin. Hujan yang deras sehingga mengganggu proses mendirikan tenda. Sudah biasa, hehe.

Tidak terasa, hujan berlangsung lumayan lama, dan perut pun sudah memanggil untuk segera diisi. Sore itu terasa sangat lapar sekali! haha. Mari kita bedah isi dari masing-masing keril kami, mari kita olah, dan menikmatinya sambil memandangi si Sumbing yang berada di kejauhan sana.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Setelah perut puas diisi, tidak banyak yang kita lakukan selain ngobrol-ngobrol tentang background dari masing-masing kami. Kadang kita merasa, cerita hidup orang lain itu tidak begitu penting untuk kita, jika kita merasa demikian, silahkan saja, itu hanya bagian dari perspektif, tapi setidaknya, minimal ada yang bisa kita petik dan dijadikan sebagai pelajaran ataupun tambahan ilmu baru untuk kita.

Hari sudah malam, waktunya beristirahat sebelum summit nanti tiba.




Selasa, 26 Maret 2019 - Summit

Dari sebuah kebisingan di luar tenda, sehingga membangunkan gue pada waktu subuh itu. Rencana gue yang tadinya mau summit di waktu yang masih gelap alias waktu subuh, sepertinya gue tunda dulu. Mari membuat sarapan dulu, sambil menunggu yang lainnya sudah siap juga. Sejenak, gue coba mengintip keluar tenda, sepertinya ada penampakan yang memukau.


Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2





Sunrise Camp - Pos 4 Batu Tatah

Terlena dengan view yang luar biasa pada pagi itu, sampai-sampai kami terlupa bahwa harus segera muncak, karena hari sudah semakin siang. Pada pukul 05.50 WIB, kami mulai summit. Titik yang menjadi targte kami berikutnya adalah Pos 4 Batu Tatah, Bismillah.

Menurut info dari yang gue baca-baca, jalur dari Sunrise Camp menuju Pos 4 Batu Tatah, hingga sampai ke puncak akan sangat menguras tenaga, karena sedikit sekali bonusnya. Pelan-pelan gue lalui, ternyata memang sangat menguras tenaga juga. Jalur tanah dan sedikit ditambah bebatuan yang mostly menanjaknya ga habis-habis, saat itu gue merasa pengen menyudahi pendakian, wkwk. Entah karena fisik gue yang memang sudah terkuras habis pada saat pendakian gunung Sumbing kemarin atau jalurnya yang luar biasa, pokoknya berasa capek!!! 

Sebagai obat dan sedikit penghilang letih, beberapa kali gue berhenti di jalur pendakian, bukan untuk minum ataupun makan, cuma sedikit menyempatkan untuk mengabadikan penampakan indahnya si Sumbing. Indah banget !!!

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Dengan kondisi napas yang sudah kembang kempis, dengkul dan otot paha yang mulai tegang, dan badan sudah mulai terasa lemas, akhirnya dari kejauhan  sudah terlihat pertanda Pos 4 Batu Tatah. Semakin mendekati, semakin memberikan tanda yang jelas bahwa itu adalah Pos 4 Batu Tatah. Alhamdulillah, akhirnya tiba juga. Ga terasa, jam sudah menunjukkan pukul 07.04 WIB. Selonjoran dulu! 

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2





Pos 4 Batu Tatah - Puncak Sindoro

Selesai memulihkan tenaga yang sudah mulai menipis, pada pukul 07.30 WIB, kami mulai melanjutkan perjalanan. Titik berikutnya adalah puncak. One step closer! Jika dilihat dari medan yang sekarang, sepertinya jalur akan konsisten full bebatuan, dan matahari pada saat itu sangat terik menyengat.

Sering sekali gue berpapasan dengan pendaki yang akan turun, sesering itu juga mereka menyemangati sambil berkata, "Semangat! puncaknya udah ga jauh lagi.", sebuah motivasi yang sangat klasik bagi gue, wkwk. Satu-dua langkah, berhenti, satu-dua langkah, berhenti, dan hingga akhirnya gue bertemu pada sebuah gugusan pohon-pohon kering atau mati. Ini mirip dengan Hutan Mati yang ada di gunung Papandayan. Kerenss!!!

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Dari lokasi ini, sepertinya puncak sudah tidak jauh lagi, karena di ujung sana sudah terlihat sekumpulan pendaki yang sedang mengibarkan bendera merah putih, biasanya itu pertanda sebuah puncak. Mari kita percepat pergerakan, walau sudah mulai engap, wkwk. Alhamdulillah, pada pukul 08.05 WIB, akhirnya kami tiba di puncak.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2





Puncak - Sunrise Camp - Basecamp Grasindo via Kledung

Saat gue tiba di puncak, ada seorang pendaki menyapa gue, "Oiii, bang, ketemu lagi kita!", sambil gue inget-inget, ternyata sebelumnya kami pernah bertemu juga di puncak Rajawali kemarin! Hahaha, sangat unpredictable banget. Dia pun juga melakukan pendakian sendiri alias solo! keren!

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Tidak lama dari itu, gue dan rombongan kembali turun ke Sunrise Camp pada pukul 09.10 WIB, dan sudah tiba di Sunrise Camp sekitar pukul 11.00 WIB.

Pada pukul 15.15 WIB, kami mulai turun menuju basecamp dari Sunrise Camp. Cerita perjalanan turun dari Sunrise Camp ke Basecamp gue buat persingkat. Pada waktu itu, gue sudah tiba di Pos 1 sekitar pukul 17.00 WIB, kemudian gue lanjutkan lagi menuju Basecamp dengan menggunakan ojek motor yang sudah standby di sana. Hingga akhirnya pada pukul 17.20 WIB gue sudah tiba di Basecamp.




Basecamp - Terminal Wonosobo

Setelah selesai bersih-bersih dan merapikan barang-barang, gue coba menanyakan soal ketersediaan bus Jakarta-Wonosobo ke petugas yang berada di basecamp, dan jawabnya adalah bahwa bus yang menuju ke Jakarta terakhir ada pada pukul 17.00 WIB. Jika dihitung-hitung tidak akan keburu, tapi gue coba inisiatif langsung menuju Terminal Wonosobo, mudah-mudahan masih ada.

Bergegas, gue langsung menaiki bus untuk menuju Terminal Wonosobo yang gue berhentikan di pinggir jalan raya yang ga jauh dari lokasi basecamp Grasindo.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Setelah tiba di Terminal Wonosobo sekitar pukul 18.30 WIB, sudah sedikit bus-bus yang tersedia di sana. Gue coba menanyakan ke sekitar, apakah masih ada bus yang menuju ke Jakarta. Tidak lama dari itu, ada seorang  ibu-ibu yang menawarkan kepada gue sebuah shuttle atau sejenis travel yang kebetulan memang akan menuju ke Jakarta juga, tepatnya di Terminal Kampung Rambutan. Dengan perasaan senang, gue terima, dengan biaya yang hampir sama juga seperti harga tiket bus Jakarta-Wonosobo waktu lalu.

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Tepatnya, pada pukul 19.05 WIB, mobil pun berangkat menuju Jakarta. Semoga tidak ada kendala selama  perjalanan. Dengan kondisi badan yang lumayan remuk, gue coba paksakan tidur selama perjalanan menuju Jakarta. Jakarta, gue pulang, hehe.





Double "S" selesai juga...

Dengan berakhirnya pendakian ini, gue dapat memberi simpulan, jika ingin mencapai sesuatu yang besar dan indah, minimal sudah mengantongi tekad dan niatan yang besar juga. Jika sudah tahu bahwa yang ingin dicapai itu besar, setidaknya usaha-usaha dan perencanaan kita tidak kalah besar juga. Pendakian Double "S" ini adalah sebuah ilustrasi yang terjadi dari hasil apa-apa saja yang sudah tersusun dan terencanakan, yang direncanakan se-realistis mungkin. Jika semua rencana sudah dijabarkan, sisipkanlah kesabaran, selebihnya, biar Tuhan yang memberi jawaban.






Rundown :

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2





Budget :

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2






Overall Rundown & Budget :

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2




Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2

Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari Jakarta Bagian 2



Subscribe to: Posts ( Atom )

Search

About me

About Me


Tulisan Cerita

Categories

  • Gunung (13)
  • Backpacker (12)
  • Tips & Info (6)

Popular Posts

  • Solo Trip : Catatan Pendakian Gunung Dempo dari Jakarta
    Akhirnya, pergi mendaki lagi... Assalamualaikum , apa kabar? apakah masih sehat-sehat saja? semoga tetap begitu, Aamiin . Seperti yang ki...
  • Solo Trip : Catatan Pendakian Gunung Raung dari Jakarta (Seven Summits of Java)
      Pendakian terakhir 7 gunung tertinggi di pulau Jawa Halo, Assalamualaikum!  Rasanya, baru lagi nih ngetak-ngetik setelah beberapa bulan di...
  • Pulau Kenawa Si Mungil Cantik Dari Sumbawa Barat
    Pulau Kenawa Pulau Kenawa Si Mungil Cantik Dari Sumbawa Barat , itulah yang bisa gue gambarkan dari pulau Kenawa ini. Lokasiny...
  • Pendakian Solo Ke Gunung Semeru
    Jauh Sebelum Itu... Sebelum gue memulainya (Pendakian Solo Ke Gunung Semeru) , mungkin pantasnya gue harus berterima kasih dan meny...
  • Best Ultralight Pot/Kettle ? Panci Ultralight Terbaik ? | Sea to Summit ...
  • Pendakian Gunung Guntur dari Jakarta (7 Gunung terakhir di Jawa Barat)
    Puncak 2 Gunung Guntur 7 Gunung terakhir di Jawa Barat Gunung Guntur ! Alhamdulillah, dengan berkesempatannya gue melaku...
  • Pendakian Gunung Salak 1 Hari (Tektok) via Jalur Cimelati
    Waktu libur sudah selesai. Libur nulis maksudnya. Libur. Yap, "libur nulis", maksudnya. Ga berasa udah 1 tahun gue ga...
  • Backpacker Murah ke Thailand : Hari Kedua Menuju Hua Hin dari Bangkok (Santorini Park & Camel Republic)
    Hari kedua, 16 April 2018 Melanjutkan dari cerita sebelumnya, Backpacker Murah ke Thailand : Hari Pertama di Bangkok (Chatu...
  • Backpacker Menggila Menuju Pendakian Gunung Kerinci
    Puncak Indrapura Gunung Kerinci Gunung Kerinci merupakan gunung berapi dengan ketinggian 3.805 MDPL yang sekaligus merupakan g...
  • Backpacker Murah ke Thailand : Hari Pertama di Bangkok (Chatuchak Weekend Market)
    Akhirnya, kesampean ke Thailand Hampir sekitar dua tahun lamanya, impian sederhana gue untuk mencicipi bermain ke negara Thaila...

Blog Archive

  • ►  2021 (1)
    • ►  May (1)
  • ►  2020 (7)
    • ►  October (1)
    • ►  July (4)
    • ►  January (2)
  • ▼  2019 (9)
    • ▼  November (1)
      • Sepotong Cerita dari Surga Karst di Ramang-Ramang
    • ►  August (2)
      • Pendakian Solo Double S (Sindoro & Sumbing) dari J...
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  February (3)
    • ►  January (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  December (2)
  • ►  2017 (11)
    • ►  December (6)
    • ►  November (5)

LATEST POSTS

  • Solo Trip : Catatan Pendakian Gunung Dempo dari Jakarta
  • Solo Trip : Catatan Pendakian Gunung Raung dari Jakarta (Seven Summits of Java)
  • Pulau Kenawa Si Mungil Cantik Dari Sumbawa Barat
  • Pendakian Solo Ke Gunung Semeru
  • Best Ultralight Pot/Kettle ? Panci Ultralight Terbaik ? | Sea to Summit ...
  • Pendakian Gunung Guntur dari Jakarta (7 Gunung terakhir di Jawa Barat)
  • Pendakian Gunung Salak 1 Hari (Tektok) via Jalur Cimelati
  • Backpacker Murah ke Thailand : Hari Kedua Menuju Hua Hin dari Bangkok (Santorini Park & Camel Republic)
  • Backpacker Menggila Menuju Pendakian Gunung Kerinci
  • Backpacker Murah ke Thailand : Hari Pertama di Bangkok (Chatuchak Weekend Market)
Powered by Blogger.
Copyright 2021 Backpacker Kere.
damsaputra damsaputra